Rabu, 18 Agustus 2010

maaf ada sedikir larat. untuk cerita di dunia ada sedikit larat. jadi mohon dimaklumi. nanti akan di terbitkan lagi dunia maya ( yang sudah dilarat)

Kamis, 22 Juli 2010

Dunia Maya


Bab 1. Sheila Koma


Sheila, itulah namanya. Gadis malang yang berumur 10 tahun harus kehilangan teman, kehilangan keceriaan, bahkan ia harus kehilangan kebahagiaan yang ia miliki selama ini gara-gara penyakit yang ia idap yaitu penyakit leukimia. Penyakit yang ia hadapi ini baru diketahui ketika ia berumur 9 tahun. Sekarang Sheila hanya bisa menangis dan mencurahkan isi hatinya lewat buku hariannya. Semakin hari, kesehatan Sheila agak menurun. Orang tua Sheila merasa kasihan sekali kepada Sheila karena melihat Sheila yang seperti ini. Belum lagi orang tua Shelia bekerja. Setiap hari orang tua Sheila pulang malam dan berangkat ke kantor pagi sekali. Betapa sedihnya hati Sheila. Setiap hari menjalani hidup sendiri, ia hanya ditemani seorang pembantu dan sekarang ia hanya bisa menangis seperti orang yang tak berdaya. Pada suatu hari, Sheila menulis curahan hatinya di buku hariannya. Ia menulisnya dengan sedih dan hamper menangis.

Seandainya aku hidup di surga… Aku pasti tidak akan menanggung hal yang seberat ini… Mengapa harus aku yang menjalani hal seberat ini… Aku sudah tidak tahu lagi. Sekarang aku harus bagaimana ? Apakah aku harus menjalaninya atau aku lebih baik mati… Mengapa harus begini nasibku ??? Seandainya ini hanya mimpi…

Selesai menuliskan kata “mimpi”, tiba-tiba, entah kenapa Sheila merasakan pusing di kepalanya. Mata Sheila mulai berkunang-kunang dan tangannya mulai meraba-raba. Karena Sheila tidak kuat, Sheila segera berteriak memanggil pembantunya.
“BIBI ! BIBI! TOLONG AKU!!!” teriak Sheila sambil memegang kepalanya yang sakit. Tiba-tiba hidung Sheila mengeluarkan darah. Sementara pembantu Sheia segera berlari ke kamar Sheila.
“ Iya non, saya akan segera ke sana,” ucap pembantu Sheila dengan panik. Ia sementara meninggalkan pekerjaan yang sedang ia kerjakan dan pergi menuju kamar Sheila. Sesampainya di kamar Sheila, pembantu Sheila melihat Sheila yang tergeletak di lantai dan hidungnya yang mengeluarkan darah. Karena panik, pembantu Sheila segera menghubungi papa Sheila yang ada di kantor.
“Ha… Halo tu…tuan…” kata pembantu Sheila dengan nada sangat panik.
“ Ya, kenapa Min ? Sepertinya kamu panik sekali. Apakah telah terjadi sesuatu dengan Sheila?” tanya papa dengan cemas. Papa Sheila merasakan ada firasat buruk yang terjadi pada anaknya itu. Ia takut terjadi apa-apa pada anaknya itu. Apalagi kalau penyakitnya kambuh.
“Tu … tuan sebenarnya …” tiba-tiba omongan Minah, pembantu Sheila terpotong.
“ Ada apa sih Min ? Jangan buat saya jadi panik dong” ucap papa dengan nada yang sedikit panik. Papa ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di rumahnya itu tiba-tiba Mbok Minah menelpon papa.
“ Tuan, non Sheila pingsan … Hidungnya mengeluarkan darah” ucap Minah dengan nada panik.
“APA !!! Pingsan ?! bagaimana bisa ?” ucap papa dengan nada yang mengagetkan. Ternyata firasat papa benar. Betapa terkejutnya papa mendengar berita seburuk itu. Benar kan firasatku ini … Pasti ada sesuatu yang terjadi pada Sheila. Kata papa dalam hati.
“ Tadi waktu saya lari ke kamar non Sheila, non Sheila sudah pingsan dan hidungnya mengeluarkan darah,” ucap Minah.
“ Ya sudah, suruh pak Karta antar Sheila ke rumah sakit. Tapi kamu juga harus ikut !” perintah papa dengan tegas sekaligus panik.
Mbok Minah menyuruh pak karta, supir papa untuk mengantar mereka berdua pergi ke rumah sakit. Sementara papa mengabarkan mama lewat telpon genggamnya.
“ APA PA ?! Kenapa bisa begini ?” tanya mama dengan panik. Mama memang sangat khawatir kalau anaknya mengalami sesuatu yang tidak diinginkan.
“ Papa akan membicarakannya di rumah sakit” kata papa sambil menaiki mobilnya. “ Ya sudah, papa mau pergi menuju rumah sakit” kata papa sambil menutup telpon genggamnya. Papa pun berangkat menuju ke rumah sakit. Begitu juga dengan mama. Sementara itu, Mbok Minah dan Pak Karta sudah sampai ke rumah sakit. Mereka berdua menggotong Sheila. Suster-suster yang berda di dekat lobby juga membantu membawa Sheila untuk membawanya ke ruang UGD. Beberapa menit kemudian mama dan papa pun sudah sampai dan mereka menuju ruang UGD. Setelah sampai, mereka meminta Mbok Minah untuk menceritakan apa yang telah terjadi pada anak tunggalnya itu.
“Min, tolong ceritakan dengan jelas. Apa yang terjadi pada Sheila,” ucap papa.
“Begini. Saat saya sedang di dapur, saya mendengar teriakan Non Sheila minta tolong. Saya pun bergegas ke kamar Non Sheila. Tapi, setelah saya sampai di kamar Non Sheila… Non Sheila sudah pingsan. Dan ada darah di hidung Non Sheila” Kata Mbok Minah dengan panjang lebar.
“Anakku…” ucap mama sambil menangis.
“Sabar ma… Kita tunggu saja sampai dokter keluar dari ruangan” kata papa dengan pasrah. “ Kita berdoa saja.”
Satu jam kemudian, dokter keluar dari ruang UGD. Dokter segera memberikan informasi mengenai keadaan Sheila. Dag, dig, dug. Itulah yang dialami oleh mama dan papa. Mereka benar-benar ingin tahu hasil dari dokter.
“ Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi putri anda masih saja berbaring lemah dan koma,” ucap dokter.
“Koma dok ?!” tanya papa.
“ Betul pak. Bapak hanya bisa menunggu putri anda sampai sadar kembali,” ucap dokter dengan wajah yang mengecewakan. “Tapi, tim dokter akan berusaha dengan semaksimal mungkin.”
“Terima kasih dok,” ucap papa dengan nada sedih.
“Kalau gitu, saya permisi dulu,” kata dokter sambil berjalan keluar.
Mama dan papa Sheila merasa sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk anaknya. Mereka juga merasa bersalah. Mereka tidak bisa menjaga dan mengawasi anaknya selama dua puluh empat jam non stop. Mama dan papanya pun menjenguk Sheila yang sedang terbaring koma.
“ Anakku, kenapa kamu bisa menjadi seperti ini? Kapan kamu bisa sembuh ? Ini mama sayang…” ucap mama sambil menangis terisak-isak karena melihat anaknya yang terbaring lemah dan tak berdaya.
“ Tenang ma. Kalau Seila melihat mama menangis seperti ini, pasti Sheila tambah sedih,” ucap papa. “ Daripada mama merasa gelisah dan terus menangis seperti ini, lebih baik kita berdoa untuk kesembuhan Sheila,” kata papa dengan bijak.
Mama pun tersenyum. Mereka pun mendoakan anak semata wayangnya agar cepat sembuh dari komanya. Mama berdoa sambil menangis terisak-isak. Ia memohon agsr anaknya cepat sadar dan bisa bersama mereka lagi. Begitu juga dengan papa. Selesai berdoa mereka pun akan pulang .
“ Pa, mama jaga Sheila aja. Mama tidak ingin terjadi apa-apa pada Sheila,”ucap mama sambil menghapus air matanya itu.
“Baiklah. Mama boleh menjaga Sheila di sini. Tapi mama jangan lupa makan. Kalau mama lupa makan, mama tidak bisa menjaga Sheila” jawab papa sambil mengelus-elus rambut papa.
“ Mama tidak akan lupa. Mama akan menjaga kesehatan mama,” kata mama dengan muka yang lembab dan kusut.
Papa pun tersenyum. Papa pun pulang dan meninggalkan mama di rumah sakit. Sementara mama menjaga Sheila yang sedang di rumah sakit.
“ Sheila, mama akan terus menjaga Sheila sampai Sheila sadar. Kamu harus cepat sadar ya,” ucap mama sambil memegang tangan Sheila. Karna hari sudah malam, tanpa sengaja mama pun tertidur dengan lelap di kursi.



Bab 2. Di Dunia Lain


“ Aduuuh, aku ada di mana ?” tanya Sheila dalam hati. Ia melihat di sekelilingnya. Tampaknya berbeda. Tidak seperti biasanya. “ Sebenarnya ini ada di mana ? Berbeda sekali dengan tempat tinggalku.”
Tiba-tiba, datanglah seseorang yang menghampiri Sheila. Orang itu Nampak aneh. Anehnya, di kepalanya terdapat dua telinga seperti kelinci dan ia mempunyai ekor. Ia perlahan-lahan mendekati Sheila yang kebingungan. Sheila nampaknya ketakutan. Tapi orang itu sebetulnya bermaksud baik. Sheila pun bertanya kepada orang tersebut.
“ Siapa kamu ?” tanya Sheila dengan ketakutan sambil menjauh.
“ Aku Rabbat. Si Manusia Kelinci” Jawabnya sambil mendekati Sheila. “ jangan takut. Aku tidak akan memakanmu. Kau sendiri siapa ?” tanya Rabbat.
“ Aku Sheila “
“ Kau berasal dari mana ?”
“Aku berasal dari Jakarta,”
“Jakarta ?? Desa apa itu? Aku belum pernah mendengarnya,” ucap Rabbat dengan bingung.
“Hmm… Sudahlah.. lupakan saja,” kata Sheila “ Sekarang aku ada di mana ?” tanya Sheila.
“ Kamu sekarang berada di ‘Dunia Maya’, ” jawab Rabbat dengan senyum yang ramah.
“ Dunia maya ???” tanya Sheila sambil menggaruk-garuk kepalanya. “Apa itu Dunia Maya ?”
“ Dunia Maya itu artinya Dunia Mimpi. Jadi sekarang kamu berada di Dunia Mimpi, “ kata Rabbat menjelaskan dengan panjang lebar.
Dunia Mimpi ? Aneh… Mengapa aku bisa berada di sini ?? Kalau aku di Dunia Mimpi, berarti ini bukan wujud asliku ??? Kalau nini bukan wujud asliku, di mana wujud asliku ??? tanya Sheila dalam hati.
“Hei, kenapa bengong saja ?” tanya Rabbat. “Apa yang kamu pikirkan,” tanya Rabbat.
“Aku bingung. Binguuung sekali. Kalau sekarang aku di dunia mimpi, berarti… Di manakah wujud asliku ?” tanya Sheila.
Dia tidak tahu wujud aslinya ??? Berarti… Berarti dia… Dia… dari… dunia.. Dunia NYATA ??? Tanya Rabbat dalam hati. Tunggu aku punya ide…
“Ayo ! Ayo kita ke rumah Berta !” ajak Rabbat sambil menggandeng tangan Sheila.
“Berta ? Siapa dia ? Apa hubungannya dengan dia ?” tanya Sheila yang mulai kebingungan.
“ Jelas ada hubungannya. Berta itu adalah penyihir kecil yang terkenal di kotaku. Dia keturunan penyihir. Dan dia yang bisa melihat di mana wujud aslimu sekarang. Kau dari dunia nyata kan ??” kata Rabbat.
“Aku memang dari dunia nyata. Ngomong-ngomong, soal yang tadi… Benarkah ??? Benarkah Berta bisa mengetahui wujud asliku ??? Kalau begitu… Ayo kita ke sana !” ajak Sheila.
“Kesana ? Maksudmu ke rumah Berta ?” tanya Rabbat.
“ Jawabanmu sangatlah tepat. Memangnya kita mau pergi kemana lagi selain ke rumah Berta” ucap Sheila.
“Baiklah. Ayo berangkat !” Ucap Rabbat dengan riang.
Rabbat dan Sheila akan pergi ke tempat Berta. Di sana mereka akan mengetahui di mana wujud asli Sheila.
Aku akan mengetahui. Mengetahui di mana wujud asliku yang sebenarnya. Kata Sheila dalam hati
Sekitar lima menit-an, Sheila dan Rabbat sudah sampai ke tempat tujuan. Ke tempat Berta. Rabbat pun segera mengetuk pintu. Dari dalam rumah, terdengar suara seseorang.
“ Siapa ?” Tanya seseorang dari dalam.
“ Ini aku, Rabbat” jawab Rabbat.
“ Ya sudah, silahkan masuk” kata orang itu lagi.
Rabbat dan Sheila pun masuk ke dalam rumah orang itu. Di sana, Sheila melihat sosok anak perempuan yang memakai jubah warna hitam dan memakai topi penyihir. Apakah itu Berta ?
“ Rabbat, siapa anak ini ?” tanya orang itu dengan ketus.
“Ini Sheila” jawab Rabbat
“Halo, namaku Sheila” kata Sheila dengan senyumnya yang ramah sambil menjulurkan tangannya kearah anak itu.
“Namaku Berta. Salam kenal” kata Berta dengan nada dingin. “Ngomong-ngomong, ada perlu apa kalian kemari ?” tanya Berta.
“Begini. Sheila ingin tau di mana wujud aslinya. Dia berasal dari dunia nyata. Dan sekarang dia tidak tau di mana wujud aslinya” jelas Rabbat
“ Oh, begitu masalahnya. Baiklah… Ikut aku” kata Berta sambil berjalan.
Sheila dan Rabbat pun mengikuti Berta. Mereka di ajak ke suatu ruangan yang sangat misterius. Ajaib ! Ruangan itu penuh dengan ramun-ramuan serta terdapat guci yang sangat besar terletak di tengah-tengah ruangan tersebut dan terdapat ramuan di dalamnya.
“ Oke. Aku akan melacak wujud aslimu” kata Berta.
Berta pun segera memasukan beberapa ramuan ke dalam guji serta mengucapkan berbagai mantra. Sheila sangat kagum saat melihat berta mengucapkan mantra. Jarang sekali ada orang yang seperti Berta itu. Beberapa saat kemudian, di guci besar, terdapat seorang anak perempuan yang sedang berbaring lemah di tempat tidur.
“Anak itu seperti diriku,” kata Sheila sambil melihat gambar yang ada di guci itu.
“Anak itu memamg kau!” kata Berta. “Itu wujud aslimu. Kau lihat! Itu orang tuamu bukan ?” kata Berta lagi.
Sheila pun diam sejenak. Dia memikirkan kejadian sebelum ia masuk rumah sakit. Befikir,.. befikir… dan akhirnya Sheila teringat sesuatu.
“ Aku tau! Ya, aku tau! Sebelum aku masuk rumah sakit, aku pingsan. Ya!” kata Sheila.
“ Benar. Kau masuk ke rumah sakit gara-gara penyakitmu itu bukan” kata Berta.
“Betul. Dari mana kamu tahu itu ?”
“ Seperti yang kamu kenal, aku itu penyihir. Jadi aku tahu semua tentang kau. Dan satu hal yang perlu kau ketahui. Di dunia maya ini, apakah kau merasakan sakit di dalam tubuhmu ? Pasti tidak bukan. Di sini kamu tidak akan merasakan sakit yang kau idam. Karna kau berada di DUNA MAYA” kata Berta panjang lebar.
“Jadi… jadi ini seperti kebalikan ???” tanya Sheila dengan ragu-ragu.
“Ya. Seperti kebalikan. Kau ingat saat kamu menulis buku harianmu ? Sebelum kamu pingsan ? Dan kamu menuliskan kata MIMPI bukan? Nah, karna kamu menulis kata-kata itu kamu jadi ada di sini” Jelas Berta.
Sheila semakin bingung. Ada apa ini ??? Apa yang sebenarnya terjadi ??? Pikirnya dalam hati.
“ Dan satu lagi. Apapun yang terjadi pada dirimu, itu terkait dengan kesehatanmu di dunia nyata,” kata Berta.
“ Terkait? Aku tidak mengerti. Apa maksudnya ?” tanya Sheila kebingungan.
“Misalkan Kalau di dunia maya kamu sedang senang, maka di dunia nyata kondisimu akan stabil. Dan sebaliknya” jelas Berta.
Sheila semakin khawatir. Akan kesehatannya di dunia nyata serta… Apakah Sheila bisa kembali ke dunia asalnya ?
“ Berta, Apakkaah aku bisa kembali ke dunia nyata ?” Tanya Sheila dengan kekhawatirannya.
“ Itu tidak mungkin Shelia! Itu hal yang sangat mustahil!” katanya dengan ketus.
“ Itu berarti, a…a..ku…” tiba-tiba omongan Sheila terpotong.
“Tunggu! Ada satu cara. Tapi cara itu… Cara itu sangat membahayakan nyawa orang lain,” kata Berta dengan nada yang menghawatirkan.
“ Apa ??? Bagaimana caranya???” tanya Sheila dengan penasaran.
“ Tapi cara itu sangat membahayakan dirimu,” jawab Berta dengan nada yang cemas.
“Aku tidak peduli! Mau itu bahaya ataupun merenggut nyawa! Intinya, aku harus kembali ke dunia asalku!” kata Sheila dengan berani.
“ Hei! Sinting sekali kau! Kau berani sekali ke sana!” Bentak Berta.
“ Aku tidak sinting! Hanya orang bodoh yang tidak bisa berbuat apa-apa!” kata Berta dengan dingin.
Berta hanya diam saja. Ternyata dia mengalah untuk Sheila “Baiklah.Aku mengalah! Karna kau memaksa, jadi akan ku beritahu. Caranya adalah kau harus pergi ke lembah hutan belantara.Di sana kamu harus menemukan cermin ajaib.Tapi berhati-hatilah! Di sana juga ada penjaga yang mengawasi cermin itu. Dia adalah Mirror Queen. Penyihir yang sangat terkenal jahat dan dapat merenggut nyawa orang lain jika ada yang berani ke tempat itu. Kalau kau melawan Mirror Queen, berarti nyawamu sedang di ujung tanduk! ” kata Berta panjang lebar.
“Aku harus kesana apapun yang terjadi !” kata Sheila dengan mantap.
“Aku ikut !” kata Rabbat.
“Aku juga !” kata Berta.
“Baiklah. Sudah kuputuskan. Kita akan berangkat besok” kata Sheila.



Bab 3. Keberangkatan Sheila, Berta dan Rabbat


Keesokan harinya, mereka sudah siap untuk pergi ke Lembah Hutan Belantara. Tapi sebelum itu, mereka akan mempersiapkan barang-barang mereka dahulu.
“Jadi apa yang perlu di bawa ?” tanya Sheila kepada Berta.
“Aku akan mempersiapkan ramuan yang diperlukan serta sebuah guci kecil” kata Berta.
“ Guci kecil ? Untuk apa ??” tanya Sheila
“Untuk memantau kondisimu di dunia asalmu!” kata Berta.
“Oh begitu,”kata Sheila.
“Aku akan mempersiapkan bahan makanan,” kata Rabbat.
“Oke. Aku setuju,” jawab Berta mantab
“ Lalu aku bawa apa ?” tanya Sheila.
“Kamu…?? Sepertinya kamu tidak usah bawa apa-apa” kata Berta.
“ Kenapa begitu ?” tanya Sheila Kebingungan.
“Kamu baru datang ke sini sehari yang lalu. Dan kamu ? Kamu tidak membawa apa-apa kan ?” kata Berta.
“ Benar juga ya,” jawab Sheila sambil menggaruk-garukan kepalanya.
“Tunggu! Sepertinya ada yang tertinggal” kata Berta sambil mencari sebuah barang.
“ Apa ? Sepertinya persiapan kita semuanya sudah lengkap” kata Rabbat sambil membantu Berta untuk mencari sebuah barang
“ Sudah kutemukan !” kata Berta sambil tersenyum lebar.
“ Apa itu” tanya Sheila.
“ Aku baru ingat. Orang tuaku mempunyai peta untuk menuju ke Lembah Hutan Belantara” jawab Berta dengan mantap.
“Waaaow… ternyata banyak sekali rintangan yang harus kita hadapi ya… hahaha…” kata Rabbat.
“ Dan aku akan mendapatkan pertualangan baru” kata Sheila dengan girang.
“ Tepat sekali kata-katamu Sheila” kata Berta sambil mengacungkan ibu jarinya.
“Jadi, kapan kita akan berangkat ?” tanya Rabbat.
“Sekarang! Ya sekarang! Semua sudah siap kan?” tanya Sheila mantap.
“Sudah sih. Tapi… Tapi aku tidak yakin kalau kita akan selamat sampai tujuan” kata Rabbat dengan sedih.
“ Kalau kamu tidak siap, kamu tidak usah ikut !” kata Sheila dengan berani.
“Oke. Aku akan ikut” kata Rabbat.
“Aya, kita berangkat!” kata Sheila bengan berani.
“Ayo!” kata mereka serempak.
Sepertinya perjalanan ini akan menjadi pertualangan yang bersejarah dalam hidupku. AkuTakkan pernah melupakannya. Pikir Sheila.
Mereka pun akhirnya pergi meninggalkan rumah Berta dan berangkat menuju Lembah Hutan Belantara. Keberangkatan Sheila adalah pengalaman pertama Rabbat, Sheila dan Berta pergi berpetualang.

***

Sekitar satu jam lebih mereka berjalan menuju Hutan Belantara. Tampaknya Sheila agak sedikit lelah. Jadi Sheila memuturkan untuk beristirahat dahulu.
“ Aduh, capek sekali!” kata Shelia dengan nafas yang terpengah-pengah.
“ Sebaiknya kita istirahat dulu” kata Rabbat dengan nafas yang terpengah-pengah.
“Ya! Kita istirahat di bawah pohon yang besar itu” kata Berta sambil menunjuk pohon yang sangat besar.
Mereka bertiga beristirahat di bawah pohon. Sheila dan Rabbat pun mengeluarkan bekal mereka. Sementara Berta sedang memeriksa kondisi Sheila di dunia nyata.
“Sheila, aku akan memberitahukan keadaanmu di dunia asalmu itu” kata Berta dengan ketus.
“Bagaimana kondisiku sekarang ?” tanya Sheila.
“ Kondisimu lemah..” kata Berta dengan nada kecewa.
“karena kau terlalu capek dan memaksakan diri! Lihatlah ibumu di sana ! Dia sangat menghawatirkanmu! “ kata Berta.
“ Aku ingin melihatnya” kata Sheila sambil mengguncang-guncangkan tubuh Berta.
“ Baiklah.. karna kamu memaksa, akan ku perlihatkan ibumu” kata Berta sambil menjulurkan guci kecilnya. “ Lihat. Di sana ia sedang bercakap-cakap dengan dokter. Kau harus dengar itu !” perintah Berta.
“Baik, akan ku dengar percakapan mereka tentang kondisi kesehatanku” kata Sheila dengan serius.
Mereka pun mendengar percakapan antara dokter dengan Mama Sheila. Mereka sangat serius mendengarnya.

Di Dunia Nyata…

“Dokter, bagaimana dengan anak saya ?” tanya mama dengan panik.
“ Keadaan anak ibu saat ini menurun sedikit. Tapi ibu tidak usah khawatir. Kami, tim dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk menolong anak ibu” kata dokter.
“ Tolong dokter, usahakan semaksimal mungkin untuk anak saya. Saya tidak ingin kehilangan anak saya “ kata mama sambil menangis tersedu-sedu.
“ Baiklah. Saya dan tim dokter lainnya akan berusaha semaksimal mungkin apapun itu yang terjadi” kata dokter dengan lembut.
“ Terima kasih dokter” kata mama sambil mengusap air matanya.
“ Sama-sama. Kalau gitu, saya permisi dulu” kata dokter.
Dokter pun keluar dari kamar Sheila. Sementara mama pun duduk dan menemani Sheila.
“ Mama akan menunggu Sheila… Sheila haris kuat dan cepat sadar” kata Mama sambil memegang tangan Sheila dengan erat.

Sementara di Dunia Maya…

“Kau sudah lihat dan sudah dengar kan bagaimana ibumu memperjuangkanmu!” kata Berta dengan ketus.
“Ya, aku mengerti” kata Sheila sambil tertunduk karena sedih.
“Jangan sampai kau mengecewakan ibumu dan usaha dokter itu !” kata Berta dengan tegas.
“Ya, aku akan berjanji tidak akan mengecewakan mama ku dan usaha dokter” kata Sheila dengan sabar. Ternyata, mama sangat menghawatirkanku. Sementara aku tak bisa berbuat apa-apa untuknya. Maafkan aku mama… pikirnya dalam hati.
Ketika suasna hening, ada suara yang mencurigakan. Seperti ada suara kuda yang sedang melangkah ke arah mereka.
“Suara apa itu ?” tanya Berta sambil kaget.
“Seperti suara kaki kuda yang sedang melangkah kemari” kata Rabbat sambil menekuk telinganya.
“ Siapa yang akan menuju ke sini ? Se-pengetahuanku, tidak ada orang yang berani ke sini” kata Berta.
“ Jangan-jangan…” kata Rabbat dengan gugup.


Bab 4. Bertemu dengan seseorang


“Jangan-jangan…” kata Rabbat dengan gugup.
“ Jangan-jangan apa ?! Jangan menakut-nakutiku !” ucap Sheila dengan ketus.
“ Jangan-jangan itu… Itu…” Tiba-tiba ucapan Rabbat terpotong. Ternyata Kuda itu bersama dengan seseorang. Tampaknya, orang itu seperti kesatria. Ia menghampiri Sheila berserta kawan-kawan.
“Hei! Sedang apa kalian di sini?” Tanya orang itu dengan ketus sambil turun dari kudanya.
“ Kami… kami sedang beristirahat di sini…” jawab Sheila dengan gemetar.
“ Apa tujuan kalian kemari ?” Tanya orang itu lagi.
“ Kami… kami ingin… ingin… pergi ke Hutan Belantara…” kata Rabbat dengan gugup.
“APA ?! Kalian sudah gila ?! Berani sekali kalian kesana! Apa kalian ingin mati ?!”
Semuanya pun terdiam. Tidak ada satu pun yang berkata-kata. Mereka takut sekali dengan orang asing tersebut. Karena dari ketiga anak itu tidak ada yang menjawab, akhirnya pangeran pun berkutip kembali.
“Baiklah. Kalian beristirahat saja di rumahku. Kebetulan, rumahku tidak jauh dari sini. Kalian ceritakan saja di rumahku” kata orang itu dengan lembut. Ia tidak tega berbicara ketus kepada tiga orang tersebut. Apalagi orang itu belum terlalu mengenalnya.
Sheila, Berta dan Rabbat diam sejenak. Mereka sedang memutuskan ajakan dari orang itu. Selesai berunding, mereka pun setuju dengan ajakan orang itu.
“ Baiklah. Kami akan beristirahat di rumahmu,” Kata Berta yang mewakili mereka berdua untuk berbicara pada orang itu.
Mereka pun berjalan menuju orang itu. Perasaan gugup yang mereka rasakan menghilang begitu saja. Ternyata orang itu baik juga.

Tidak sampai lima menit mereka sudah sampai. Orang itu memarkirkan kudanya tepatnya di kandang kuda. Orang itu segera membukakan pintu untuk Sheila, Berta dan Rabbat.
Mereka pun dudu di ruang tamu. Sementara pemilik rumah itu menyiapkan the hangat untuk mereka bertiga. Setelah selesai, orang asing itu berbicara kepada Sheila, Berta dan Rabbat.
“ Sebelumnya, aku belum mengenalkan diriku pada kalian. Namaku Gideon. Aku kesatria dari desa seberang. Aku ingin minta maaf pada kalian atas perbuatanku tadi” kata Gideon.
“Yah, aku mengerti. Kenapa kau bisa ada di sini ?” tanya Berta.
“ Aku sedang ingin menenangkan diri di sini. Kebetulan tempatnya sepi sekali” kata Gideon.
“Oh, begitu...” kata Berta mengerti.
“ Oh ya, ngomong-ngomong kenapa kalian ingin sekali pergi ke Lembah Hutan Belantara ? Kalian belum menceritakannya padaku” tanya Gideon dengan penasaran.
“ Begini…” kata Berta dengan wajah yang sangat serius. “Sheila adalah anak yang berasal dari dunia nyata. Aku sudah melihatnya. Dan dia ingin kembali ke dunia asalnya. Tapi pergi menuju ke Lembah Hutan Belantara adalah solusi agar ia bisa kembali ke dunia asalnya. Tapi aku melarangnya untuk pergi ke sana.Semakin dilarang, dia semakin melawan. Jadi… aku, Rabbat dan Sheila memutuskan untuk pergi ke sana”
“ Aku mengerti. Tapi… bolehkah aku ikut bersamamu ? Aku akan membantu kalian jika terjadi kesulitan,” kata Gideon dengan mantab.
“ Tentu saja Gideon. Kami adalah temanmu “ kata Sheila sambil mengedipkan mata.
“Benar apa yang dikatakan Sheila. Kehadiranmu membuat kami semua terbantu olehmu” kata Berta sambil mengacungkan dua ibu jarinya.
“ Terima kasih semuanya. Kalian mau menerima ku sebagai teman kalian. Aku senang sekali” kata Gideon dengan senyum yang ramah.
“ Sama-sama. Kita kan adalah makhluk yang bersosialis. Jadi apa salahya kalau kami menerima mu sebagai kawan kami “ kata Rabbat dengan bijak.
“ Sekali lagi terima kasih ya” katanya dengan senyum yang ramah.
“ Ya” kata Sheila, Berta, dan Rabbat serempak.
Sekarang, hari sudah mulai larut malam. Ini saatnya mereka untuk tidur.
“ Kebetulan di rumahku ini ada tiga kamar kosong. Jadi kalian bisa tidur di kamar itu” kata Gideon sambil menunjukkan kamar tersebut.
“ Terima kasih Gideon” kata Berta dan Sheila.
“ Kau sangat membantu kami” kata Rabbat.
“Sama-sama. Selamat tidur semuanya” kata Gideon sambil menguap.
“Selamat tidur” kata Berta, Rabbat dan Sheila.
Bab 5. Mimpi aneh Berta


Mereka pun masuk kamar masing-masing. Karena terlalu capek, Sheila, Rabbat serta Berta tidur dengan nyenyak. Slah satu dari ketiga anak itu ada yang bermimpi aneh. Ternyata, Berta sedang bermimpi aneh.

Di mimpi Berta…

Berta ! Berta !
“ Siapa kau ?” tanya berta dengan berani.
Berta ! Kau beserta teman-temanmu harus segera pergi ke Lembah Hutan Belantara !
“Hei ! Apakah harus semalam ini kami pergi ke Lembah Hutan Belantara ?! Apakah kau sudah gila ?!
Sudah ! Turuti saja kata-kata ku. Cepat! Kau harus membangunkan teman-temanmu danPergilah!

Tiba-tiba Berta bangun dengan kaget. Ia sangat syok dengan mimpinya itu.
“ HAH !” katanya dengan kaget. “Apakah aku harus membangunkan teman-temanku ?”
Berta sudah memutuskan untuk membangunkan teman-temannya itu. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya itu dan menuju keluar. Dluar, Berta berteriak membangunkan teman-temannya itu.
“ TEMAN-TEMAN! KALIAN HARUS BANGUN!” kata Berta dengan suaranya yang lantang itu.
Gideon, Rabbat dan Sheila keluar dari kamarnya. Mereka kaget sekali dengan teriakan Berta.
“ Hei! Sudah gila kau berteriak pada malam hari ?! Kau sangat mengganggu tidurku !” kata Rabbat dengan ketus.
“ Teman-teman… dengarkan aku dulu. Aku mendapatkan mimpi aneh!” kata Berta panik.
“ Mimpi ? Hanya mimpi buruk kau membangunkan kami semua ?! Gila kau! “ kata Rabbat dengan amarah yang berkobar-kobar itu.
“ Sudah, sudah! Sebaiknya kita dengarkan mimpi Berta dulu. Siapa tahu ada sangkut pautnya dengan Lembah Hutan Belantara “ kata Sheila dengan bijak sambil menenangkan keduanya
“ Ini memang ada sangkut pautnya dengan Lembah Hutan Belantara!” kata Berta dengan nada yang cemas.
“ APA ???” Kata Sheila, Gideon dan Rabbat. Mereka benar-benar tidak percaya apa yang dikatakan oleh Berta.
“ Coba kau ceritakan apa yang terjadi dengan mimpimu itu” kata Sheila dengan lembut.
“Begini…” kata Berta dengan serius. Mereka semua mendengar cerita berta. Setelah mendengar cerita dari berta, mereka sangat terkejut.
Kenapa mimpi itu berkata seperti itu ?Ada apa sebenarnya ?Ini kan masih terlalu malam. Pikir Sheila dalam hati.
“ Jadi kita akan pergi sekarang ?” tanya Rabbat yang tidak percaya akan mimpi itu.
Jawabanmu sangat tepat sekali, Rabbat. Kita harus segera pergi kesana” kata Berta dengan nafas yang merasa lega.
“Tapi… apa ini tidak terlalu malam ? Aku tidak mau nanti kalian terjadi apa-apa” kata Gideon dengan nada khawatir.
“Gideon” kata Sheila dengan suara yang lembut dan ramah. “Seorang kesatria sepertimu pasti akan berani menghadapi tantangan. Jadi, jangan takut. Kalau kau takut, itu berarti kau bukan kesatria yang gagah”
“Kau benar Sheila” kata Gideon tertunduk. “ Karna aku bukan kesatria yang lemah, aku akan ikut!”
“ Kalau gitu tunggu apa lagi. Ayo siap-siap!” kata berta sambil mempersiapkan barangnya.
Semua mempersiapkan barangnya. Rabbat yang sedang mempersiapkan makanan, Berta yang mempersiapkan ramuan-ramuannya dan Gideon yang mempersiapkan senjata- seperti pedang dan panah dan kudanya itu. Mereka sangat sibuk sekali. Hanya Sheila yang tidak sibuk. Sebenarnya hatinya tidak enak kalau ia hanya diam saja dan tidak melakukan apapun. Tapi mau bagaimana lagi. Sejak ia datang, ia tidak membawa satu pun barang dari rumahnya.
“ Sheila, menurutku daripada kau mengganggur tidak ada kerjaan seperti ini, sebaiknya kau membantu Rabbat mempersiapkan bahan makanan,” kata Berta. Ia tidak suka kalau ada orang yang tidak bekerja dan hanya duduk manis di kursi layaknya seperti tuan putri.
“ Baiklah. Dengan senang hati,” kata Sheila dengan muka gembira. Ia senang sekali kalau bisa membantu orang lain. Paling tidak ia tidak seperti seorang pemalas yang hanya duduk diam. Sheila pun membantu Rabbat mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan.
“ Apakah semuanya sudah siap ?” taya berta sudah siap dengan barang bawaannya itu.
“ Aku dan Sheila sudah siap” kata Rabbat dengan mantap
“ Tapi aku belum” sahut Gideon yang mempersiapkan kudanya itu.
“ Hei Gideon! Lama sekali kau! Harus berapa lama kami harus menunggumu ?” kata Berta dengan tegas. Ia paling tidak suka kalau ada orang yang berlama-lama dalam menyelesaikan tugasnya.
“ Hei! Jangan marah-marah dulu! Pasti kalian kaget dengan apa yang kulakukan! “ kata Gideon dengan kesal. “Aku yakin, kau akan kagum!”
“ Baiklah. Tapi jangan lama-lama !” kata Berta.
“ Oke” kata Gideon sambil mengedipkan mata. Tidak terlalu lama, barang yang dipersiapkan Gideon sudah selesai. Benar apa yang dikatakan oleh Gideon. Mereka bertiga Nampak terkejut dengan kuda Gideon.
“ Gideon! Apakah ini mimpi? Kau menyulap kudamu menjadi kereta kuda! Ini sungguh menajubkan !” kata Rabbat terkagum-kagum seolah-olah melihat putri cantik dihadapannya.
“ Bagaimana bisa kau mempersiapkan semua ini ? Padahal waktu mu tidak banyak untuk menyelesaikan semua ini,” kata Berta sambil mengamati kereta kuda yang dibuat Gideon.
“ Aku befikir kalau aku akan memasang kereta kuda ku yang lama karena kalian membawa barang banyak dan aku tidak tega kalau kalian jalan menuju ke hutan itu sementara aku naik kuda. Itu sangat tidak adil! Jadi aku memasang kereta kuda” jawab Gideon dengan mengedipkan mata. “Bagaimana? Bagus tidak?”
“ Ya, kuakui itu sangat bagus,” kata Berta. “Ayo, kita langsung berangkat saja!”
Berta, Sheila dan Rabbat menaruh barang-barangnya di tempat belakang kereta. Mereka pun menaiki kereta kuda tersebut. Sementara Gideon yang mengendarai kudanya.













Bab 6. Tersesat



“Huh, aku ngantuk sekali,” kata Rabbat sambil menguap.
“Memangnya hanya kau saja yang ngantuk ? Aku juga ngantuk tahu ! Apalagi aku yang mengendarai kudanya. Kalian hanya duduk diam saja di belakang,” kata Gideon sambil memanyunkan bibirnya.
“Sudah, sudah! Jangan bertengkar!” kata Sheila dengan bijak.
Memang, mereka berangkat tengah malam begini. Tidak Cuma Rabbat saja yang mengantuk. Gideon yang mengendarai kuda terpaksa harus tetap membuka matanya. Kalau Gideon memejamkan matanya, tentu mereka bisa celaka. Sheila dan Berta juga mengantuk. Rasanya mereka ingin tidur lagi. Tapi karena mimpi aneh Berta, mereka terpaksa harus berangkat malam-malam dan tetap membuka terus matanya.
Perjalanan kini mulai jauh. Sekarang mereka berada di tengah hutan. Itu tandanya bahwa mereka sudah melewati setengah perjalanannya. Berarti hanya setengah perjalanan lagi mereka sudah sampai ke Hutan Belantara.
“ Berta” panggil Gideon. “ Di sini ada dua jalur. Yang kiri dan yang kanan. Kita harus melewati yang mana ?”
“ Tunggu sebentar. Aku sedang mencari petanya,” kata Berta sambil mengacak-ngacak isi tasnya.
“ Jangan lama-lama,” perintah Gideon.
Berta pun mengacak-acak isi tasnya itu. Tapi petanya pun belum ditemukan. Sudah 4 kali berta mengacak isi tasnya. Tapi tetap saja tidak ada.
“ Lama sekali sih ! Hanya mengambil peta saja sampai beberapa jam,” ucap Gideon dengan nada yang kesal.
“ Maaf Gideon” kata Berta dengan wajah yang murung. “ Petanya … petanya … tertinggal,”
“ APA ?!” jawab Gideon, Sheila, dan Rabbat serempak.
“ Maaf teman-teman …”
\” Sekarang harus bagaimana ?” tanya Sheila.
“ Aku tidak tahu. Sebelumnya aku tidak pernah ke sini,” kata Gideon kebingungan.
“ Tidak ada jalan lain,” kata Rabbat.
“ Jalan lain ? Jalan apa ?,” tanya Berta sambil menggaruk kepalanya itu.
“ Tidak ada jalan lain. Kita harus pilih salah satu dari jalan itu. Kiri atau yang kanan,” jelas Rabbat.
“ Itu tidak mungkin !” kata Gideon dengan ketus.
“ Apanya yang tidak mungkin ? ! Memangnya kau mau kita hanya diam saja di sini. Kita harus membuat keputusan !” ucap Rabbat dengan ketus.
“ Kalau nanti kita tersesat bagaimana ?” tanya Sheila.
“ Yah … mau bagaimana lagi,” sahut Berta.
“ Sudah. Lebih baik kita semua membuat keputusan,” ucap Rabbat dengan bijak.
Semuanya terdiam. Mereka sedang memikirkan jalan apa yang harus mereka lewati. Mereka pun ragu-ragu dengan keputusan yang mereka buat.
“ Sudah dipikirkan ?” tanya Rabbat .
“Sudah” jawab mereka serempak.
“ Di sini ada aturan mainnya. Aturannya, kalau banyak yang memilih jalur itu, maka jalur itu yang terpilih.” Jelas Rabbat. “ Bagaimana ? Setuju,”
“ Yah … baiklah,” kata Gideon dengan wajah yang lemas.
“ Oke. Voting sudah dimulai. Apapun yang terjadi, ini adalah keputusan bersama,” ucap Rabbat. “ Sekarang, siapa yang memilih jalur kiri?” tanya Rabbat. Semuanya pun diam. Hanya Gideon seorang yang mengangkat tangan. Sementara Berta dan Sheila tidak.” Oke. Siapa yang memilih jalur kanan ?” tanya Rabbat lagi . Berta dan Sheila mengangkat tangan. “ Voting sudah selesai. Berarti kita memilih jalur kanan,” kata Rabbat sambil mengacungkan jempol.
“ Baiklah, kita berangkat. Tapi, kalau sampai tersesat … aku tidak tanggung jawab,” kata Gideon sambil menjalankan keretanya.
Mereka pun berangkat menuju jalur kanan. Perjalanan ini sungguh menegangkan. Sheila sangat gugup sekali dengan perjalanan ini. Ia takut tersesat dan tidak bisa menemukan cermin ajaib untuk pulang ke tempat asalnya itu. Tapi di perjalanan ini …
“ Hei !!! Ada yang mau menyerang kita,” teriak Gideon dengan perasaan yang panik. Sheila, Berta, dan Rabbat kaget dengan teriakan Gideon itu.
“ Siapa ???” tanya mereka bertiga dengan ketakutan.
“ Empat ekor serigala menghadang kita dan sepertinya mereka ingin menyerang kita,” jelas Gideon dengan panik sambil terburu-buru.
“ Bagaimana ini … ?” tanya Sheila dengan wajah yang lemas.
“ Salah satunya dengan menyerang mereka,” tukas Gideon
“Apa ??? Kau benar-benar gila Gideon! Kita bisa mati di tempat !” ucap Berta dengan ketus.
“ Tapi tidak ada jalan lain Berta ! Kau mau kita dikepung oleh serigala itu ?! “ bantah Gideon.
“ Tapi Gideon …” kata Sheila.
“ Aku akan menyerangnya! Kalian tunggu di sini,” kata Gideon. Gideon pun mengambil pedangnya dan segera turun dari kereta kudanya itu. Di situ terlihat ada 4 ekor serigala. Dengan pedangnya itu, Gideon siap melawan sw\erigala itu apapun risikonya.
Gideon, semoga kau bisa melawan serigala itu. Aku takut kalau teman-temanku sampai terluka. Ucap Sheila dalam hati.
Gideon pun melawan serigala-serigala itu. Satu menit, dua menit, tiga menit, tapi peperangan itu belum tuntas. Sementara Sheila, Berta, dan Rabbat sangat ketakutan sekali. Mereka takut kalau terjadi sesuatu pada Gideon. Tapi, tiba-tiba …
“Aaaaaaaau …” Teriak Gideon sambil memegang tangannya.
“ Gideon !” ucap mereka bertiga dengan serempak.
“ Jangan perdulikan aku !” bentak Gideon sambil memegang tangannya itu. Tanpa disadari, ada satu serigala yang mendeketi Gideon. Semuanya pun berteriak.
“ GIDEON AWAS !!!” kata mereka bertiga. Gideon pun menoleh kearah depan. Ia kaget bukan main. Gideon tidak bisa lari lagi dari serigala itu. Ia pun menyerah dan berteriak.
“ AAAAAA …. !!!!”
Tapi, tiba-tiba … “ BRUK !” serigala itu mati. Ternyata ada seorang anak laki-laki yang menyelamatkan Gideon.
“Hei, cepat naik kereta !” kata seorang anak laki-laki itu. “ Kau duduk di belakang saja. Aku yang mengendarai kuda.”
Gideon pun segera menaiki kereta kuda tersebut. Ia duduk dibelakang tepatnya di sebelah Sheila. Sementara anak laki-laki itu mengendarai kereta kudanya.
“ Gideon, kamu tidak apa-apa ?” tanya Sheila dengan lembut sekaligus cemas.
“ Tadi tanganku tercakar kuku serigala,” katanya sambil memegang tangannya itu.
“ Baik. Nanti akan ku obati,” kata Sheil


Bab 7. Arti mimpi aneh Berta.

“ Selamat datang di rumahku,” kata anak laki-laki itu. “ Oh ya, namaku Stefen. Aku adalah penyihir.”
Sheila, Berta, Rabbat, dan Gideon juga memperkenalkan diri. Mereka pun berbincang-bincang.
“ Kenapa tadi kau menolongku secara tiba-tiba ?” tanya Gideon kepada Stefen.
“ Oh soal itu. Tadi aku mendengar suara teriakkan. Karena aku penasaaran, jadi aku menuju ke sana,” jawab Stefen sambil tersenyum.
“ Terima kasih ya Stefen. Berkat kau, temanku selamat dari bahaya,” kata Sheila sambil mengacungkan 2 jempolnya itu.
“ Itu memang sudah kewajiban manusia untuk menolong sesama,” katanya dengan bijak.
“ Oh ya, kau penyihir ya ?” tanya Berta.
“ Betul sekali. Memangnya kenapa ?” tanya Stefen.
“ Aku juga penyihir. Hmm … Apakah kau penyihir yang bisa mengartikan mimpi orang lain ?” tanya Berta.
“Jawabanmu sangat tepat,” kata Stefen dengan senyumnya itu.
“ Bolehkah aku bertanya ?” tanya Berta dengan muka memelas.
“ Tentu. Tapi jangan tanya yang aneh-aneh,” kata Stefen.
“ Ini berkaitan dengan soal mimpi. Kemarin aku mimpi aneh. Aku bermimpi ada seseorang yang memanggilku. Kata orang itu, kami harus menuju ke hutan belantara secepatnya,” kata Berta panjang lebar.
“ Tunggu dulu. Aku harus mengambil guci ku,” kata Stefen menuju ke suatu ruangan untuk mengambil guci nya itu. Sesudah mengambil gucinya itu, Stefen mengucapkan sebuah mantra. Tiba-tiba, di permukaan guci itu muncul sebah tulisan. “ Di sini mengatakan kalau kalian harus datang cepat ke sana karena Mirror Queen sudah tahu kalau kalian akan datang kemari. Jadi ia akan menghancurkan cermin itu.”
“Apa ??? Kenapa bisa begini ?” kata Berta dengan panik.
“ Karena dia tahu kalau dirinya akan hancur dan kalah,” kata Stefen lagi.
“ Baiklah, kita akan berangkat besok pagi,” sahut Rabbat. “ Siapa yang setuju ?” tanya Rabbat.
“ Aku” kata mereka kompak.
“ Tapi sebaiknya kita istirahat dulu. Supaya diperjalanan kita tidak ngantuk,” saran Sheila.
“ Sheila benar,” kata Gideon.
“Oh ya, aku punya dua kamar. Yang satu untuk laki-laki dan yang satu untuk perempuan.
“ Ok, ok,” kata Gideon
“ Selamat tidur” kata mereka kompak. Mereka pun masuk ke kamar masing-masing. Sekitar lima menit mereka sudah tidur. Sementara itu, di tidur yang nyenyak itu, berta bermimpi lagi.

Di mimpi berta

Berta … Berta …
“ Kau lagi, kau lagi. Ada apa lagi kau di mimpi ku ?”
Berta, kau harus ke Hutan Belantara kurang dari 2 hari. Jika kau tiba lebih dari dua hari, temanmu tidak bisa kembali ke dunia nyata.
“Tapi …”
Aku hanya memberikan informasi saja. Aku tidak akan datang ke mimpimu. Selamat tinggal …

“ Hah !” kata berta yang tiba-tiba terbangun. “ Kenapa mimpi itu lagi?” tanya berta. Lalu berta kembali tidur.

***
Keesokan harinya tepatnya sekitar pukul lima pagi, semuanya sudah siap untuk berangkat. Berta dan Sheila segera mengangkut barang-barangnya. Setelah itu mereka siap untuk berangkat. Tapi sebelumnya Berta mengajak mereka untuk berunding.
“Teman-teman kemarin aku mimpi aneh lagi,” ucap Berta dengan nada yang sedih.
“ Kau mimpi aneh lagi ?” ucap Rabbat.
“ Memang kau mimpi apa ?” tanya Stefen.
“ Orang itu berkata kepadaku kalau kita harus sampai ke Hutan Belantara kurang dari dua hari. Kalau lewat dari dua hari, harapan kita sudah hilang untuk mendapatkan cermin itu,” jelas Berta panjang lebar.
“Maka dari itu, kita berangkat sekarang. Lagi pula kita sudah melewati setengah perjalanan bukan ? Jadi kita masih kurang setengah lagi,” kata Gideon dengan mantap.
“ Ayo semuanya naik ke kereta kuda ! Aku dan Gideon yang akan mengendarai kudanya,” ucap Stefen. Mereka pun sudah naik ke kereta kuda. Inilah saatnya berangkat. Melanjutkan peperangan. Let’s go!

Bab 8. Babak pertama : Melawan penjaga Istana

Tidak terbayang, sekarang hari sudah berganti menjadi malam lagi. Ini adalah perjalanan mereka yang paling melelahkan. Mereka merencanakan semua ini karena besok adalah hari ke 2. Di mana Mirror Queen akan menghancurkan cermin ajaibnya itu. Sebentar lagi, mereka akan tiba di istana kediaman Mirror Queen. Mereka semua bersorak-sorai gembira.
“ Yeah, ternyata bisa sampai juga di istana Mirror Queen. Aku sudah tidak sabar lagi,” kata Sheila dengan gembira.
“ Tapi jangan sampai kesehatanmu itu menurun. Hahaha …,” kata Berta sambil tertawa.
“ Oh ya Sheila, kalau kau tidak di sini lagi bersama kami, jangan lupakan kami,” kata Rabbat.
“Aku tidak akan melupakan kalian. Aku akan selalub ingat,” kata Sheila sambil memeluk Berta dan Rabbat.
“ Hei, gawat !” Sahut Stefen.
“ Memangnya ada apa ?” tanya Rabbat.
\” Ada penjaganya. Kita tidak boleh masuk ,“ kata Stefen lagi.
“ Bagaimana ini,” tanya Sheila
“ Sepertinya ini akan menjadi babak pertama kita,” sahut Gideon.
“ Babak ?” kata Stefen dan Berta.
“Iya. Babak pertama kita adalah … melawan penjaga istana. Hahaha…,” kata Gideon sambil tertawa.
“ Itu tidak lucu G-i-d-e-o-n ! Apakah kau mau seperti kemarin ?” kata Berta dengan ketus.
“ Asal mempunyai keberanian, 100 musuh bisa kita lawan,” sahut Stefen.
“ Stef betul. Kita harus mempunyai keberanian yang besar. Aku, Stefen, dan Berta akan menghadapi mereka,” kata Gideon.
“ A… a … aku ? Kenapa harus aku ?” tanya Berta dengan muka yang cemberut.
“ Kau bisa sihir bukan,” kata Stefen. “ Jadi karena itu, aku mengutusmu untuk melawan penjaga itu.”
“ Tap… tapi … “ kata Berta dengan terbata-bata “ Tapi, aku masih junior Stef. Kau kan sudah senior”
“ Mau senior ataupun junior, itu tidak ada masalah bagiku. Yang terpenting adalah … kita bisa masuk ke istana “ kata Stef sambil memandang serius.
“ Tapi aku … “
“ Mau tidak mau, kamu haru m-a-u, MAU !” kata Gideon dengan tegas. “ Kau mau kalau Sheila tidak kembali ke dunianya ?! “
“ Baik-baik. Karena kalian memaksa, aku akan ikut,” kata Berta dengan wajah yang memelas.
“ Oke, kita atur strateginya,” ucap Gideon. Mereka pun mengatur beberapa strategi. Ada yang utama dan cadangan. Jadi kalau mereka semua kalah, mereka masih mempunyai strategi yang lain. Duapuluh menit kemudian, strategi sudah selesai. Sebelumnya, mereka mempersiapkan diri sejenak. Sesudah itu, peperangan akan dimulai.
“ Sudah siap ?” tanya Stefen.
“Sudah” jawab Gideon dan Berta.
“Satu … Dua … ti … “
“ Serbu !” teriak Gideon. Babak pertama pun sudah dimulai.Gideon yang sedang menyerang 2 penjaga, Stefen yang menyerang 3 penjaga, dan Berta yang menyerang 2 penjaga. Mereka bertiga sangat berani. Sementara Sheila dan Rabbat menunggu di kereta. Gideon melawan 2 penjaga itu dengan pedangnya. Sedangkan Stefen dan Berta melawan penjaga tersebut dengan kekuatan sihirnya itu.
Gideon, Berta, Stef, semoga kalian bisa !Ucap Sheila dalam hati. Betapa sangat sedih diriku karena aku tak bisa berbuat apa-apa … Maafkan aku teman-teman. Aku telah merepotkanmu.
Satu, dua, tiga, empat sampai sepuluh menit , mereka belum kembali ke kereta. Hati Sheila semakin panik. Tiba-tiba …
“ Sudah selesai ?” tanya Sheila.
“ Semua, TERKALAHKAN,” kata Gideon dan Stefen.
“ Sekarang kita masuk ke dalam istana,” kata Berta.
“Ayo !” kata mereka serempak


Bab 9. Babak final : Melawan Mirror Queen ?!


“ Ah, sudah tidak sabar lagi. Ada babak final,” kata Gideon.
“ Aku mengerti maksudmu. Babak final melawan …” tiba-tiba kata-kata Stefen terputus.
“ Melawan MIRROR QUEEN,” jawab Berta.
“Aku takut sekali,” kata Sheila.
“ Ah, jangan takut seperti itu. Kita semua adalah teman. Teman yang ada untuk melindungimu,” kata Berta.
“ Dan … asal ada keberanian, 100 musuh pun bisa kita kalahkan,” kata Gideon sambil mengerlingkan mata.
“ Aku membetulkan kata-kata Gideon,” sahut Stefe.
Mereka pun terus berjalan menuju istana. Beberapa menit kemudian, mereka pun memasuki istana.
“ Wah, megah sekali,” kata Rabbat dengan terpesona.
“ Benar. Tapi … kenapa tidak ada Mirror Queen nya ?” kata Gideon sambil tengok ke kanan dan ke kiri.
“ Aku sudah tidak sabar lagi … “ tiba-tiba ucapan Stefe terpotong.
“ Tidak sabar untuk apa ?” kata seseorang. Mereka pun terdiam dan bingung. Ada seseorang yang berbicara, namun tak ada bayangan. Mereka menengok ke kiri, namun tidak ada. Tengok ke kanan juga tidak ada. Dan tengok ke belakang …
“ MIRROR QUEEN ?!” kata mereka serempak.
“ Ya. Itulah aku,” kata Mirror Queen sambil berjalan mendekati mereka. “ Ternyata kalian tidak sia-sia kalian datang ke sini. Apakah tujuan kalian datang ke sini untuk mengambil cermin ajaib ku ini ?”
Semua mengangguk-angguk.
“ Hahaha … kalian harus melawanku dulu ,” kata Mirror Queen sambil tertawa.
“ Baiklah ,” kata Gideon dengan nada geram. Lalu ia menuju ke arah Mirror Queen dan …
“ UUUUAAAAAAAAAA…….!!!!”
“Hahaha … rasakan itu !” ucap Mirror Queen sambil tertawa.Ternyata Gideon terlempar ke lantai karena melawan Mirror Queen.
“ Gideon, kamu tidak apa-apa ?” tanya Sheila dengan khawatir.
“ Jangan khawatir, aku tidak apa-apa . Argh ...,” ucap Gideon sambil meringis kesakitan.
“ Ternyata Mirror Queen adalah orang yang sangat berbahaya, “ bisik Stefen kepada Gideon.
“ Kita adalah tim. Saling melindungi satu sama lain. Jadi aku akan ikut berperang !” ucap Sheila dengan lantang.
“ Tapi ... tapi itu akan membahayakan dirimu Sheila,” ucap Berta dengan khawatir.
“ Tapi aku juga tidak mau berdiam diri saja. Kita adalah tim. Jadi aku juga harus ikut berperang,” kata Sheila dengan ketus.
“ Tapi ... “
“ Jangan larang aku !” bentak Sheila.
“ Baiklah ... “ kata Berta dengan lemas.
“ Bagus. Sekarang kita atur strategi, “ kata Sheila.
Mereka pun mengatur stategi. Sheila dan Gideon melawan Mirror Queen dengan Pedang. Sedangkan Stefen dan Berta dengan kekuatan sihirnya. Rabbat bertugas untuk menarik perhatian Mirror Queen.
“ Apakah kalian sudah siap ?” tanya Mirror Queen secara tiba-tiba.
“ Ya, kami sudah siap !” kata Sheila dengan berani.
‘Satu ... dua ... TIGA ! “
Mereka pun menyerang Mirror Queen. Mereka menyerang sesuai dengan strategi yang mereka buat.
“ Hei Mirror Queen jelek ... Bweeeeq ... “ ucap Rabbat sambil meledek. Mirror Queen terrpancing dengan ledekan Rabbat. Mirror Queen segera menyerang Rabbat. Tapi ...
“ Lighting Strom “
Tiba-tiba muncul petir di atas kepala Mirror Queen. Itu adalah mantra yang diucapkan oleh Berta. Tapi sayang ... Senjata itu tidak mempan untuk Mirror Queen.
“Apa ?! Tidak mempan ?” kata Berta dengan nada kesal. “ Bagaimana ini ?”
“ Aku akan mencoba mantra ku,” kata Stefen. Lalu ia mengucapkan mantranya
“ Thunder Storm “ kata Stefen.
Tapi apa reaksi dari mantra itu ?
“ Ternyata tidak berhasil juga,” kata Stefe dengan nada kecewa,
“ Baiklah, sekarang giliran kami untuk melawan nya,” kata Gideon.
Gideon dan Sheila maju untuk menyerang Mirror Queen. Tapi sebelum menyerang ...
“ Mirror Ice “ kata Mirror Queen.
Mirror Quen mengucapkan mantranya tersebut. Sheila dan Gideon langsung jatuh dan terlempar di lantai.
“ Gideon, Sheila. Kalian tidak apa-apa ?” tanya Berta dengan panik.
“ Aku tidak apa-apa ... “ kata Gideon deng an nada yang lemah.
“ Aku juga tidak apa-apa,” kata Sheila.
“ Aku dan Stefen akan menambahkan kesehatan kalian,” kata Berta.
Stef dan Berta pun mengucapkan mantra. “ Healing III and Healing Strom “ Kekuatan mereka digabung sehingga Sheila dan Gideon bisa sehat kembali.
“ Terima kasih Berta . Kau memang temanku yang baik,” kata Sheila sambil menepuk pundak Berta.
“ Terima kasih juga Stefe. Kau memang bisa diandalkan,”
“Itu tidak ada masalah bagi kami,” kata Berta sambil mengerlingkan mata.
“Oh ya teman-teman,” sahut Stefen tiba-tiba. “ Aku punya strategi baru,”
“Apa ?” tanya mereka.
Stefen pun member tahu strategi yang ia buat sekarang ? Apakah strategi ini akan berhasil ?
“ Sudah siap ?” tanya Stefen.
“ Siap !” kata mereka dengan sigap.
Pertama-tama yang pertama kali maju adalah Rabbat. Tugas Rabbat adalah mencari perhatian Mirror Queen.
“ Hei Mirror Queen jelek. Kejar aku. Bweeeq …,” kata Rabbat meledek.
“ Apa katamu ?! Awas kau ya !” kata Mirror Queen dengan geram. Mirror Queen pun mengeja Rabbat. Sementara itu, tugas Sheila dan Gideon adalah menusuk punggung Mirror Queen. Sepertinya ini saat yang tepat karena Rabbat memberikan isyarat kepada mereka.
“ Ini saat tepat Gideon,” bisik Sheila
“Satu … dua … tiga …”
Mereka pun mengendap-sendap di belakang dan …
“ AAAAAA … “ teriak Mirror Queen.
Lalu dari belakang diikuti dengan Berta dan Stefen. Tugas mereka adalah menyalurkan kekuatan.
“ Tanganku akan menempel punggungmu,” kata Berta kepada Sheila
“ Walaupun ini sangat berbahaya bagiku dan Berta,” kata Stefen sambil memegang punggung Gideon. “ Sudah siap ?”
“ siap !” kata Sheila dan Gideon.
Lalu Stefen dan Berta mengucapkan mantranya. “Meteor Shower and Maelstrom” kata Stefen dan Berta. Mereka terus berjuang demi cermin yang mereka dapatkan.
“ Stef, Berta. Berjuanglah,” kata Gideon sambil memegang pedangnya.
“ Tapi … kekuatanku hamper habis. Ukh …” kata Stefen dengan lemas.
“ Ukh… akh … aku juga,” kata Berta dengan lemas.
Apakah Berta dan Stefen bisa bertahan ? Tapi kemingkinan itu sangat kecil. Karena kekuatan yang mereka keluarkan sangat besar. Tapi …
“ Cepat ! Berusahalah ! Sedikit lagi ia akan mati,” kata Gideon.
“ Benarkah ? Baiklah. Ayo Berta, kita berjuang,” kata Stefen dengan semangat.
“ Baiklah” kata Berta.
Mereka pun terus mengeluarkan kekuatan mereka. Walaupun kemungkinannya sudah sangat kecil dan resikonya sangat besar untuk Stefen dan Berta. Tapi … Tiba-tiba …
“UUUUUUAAAAAAAAAAA ….. !!!!!!” teriak mereka semuanya.
Ada apa ini ??? Apa yang terjadi ? Ada apa dengan mereka ? Jangan-jangan mereka …
“ Sinar ?” ucap mereka serempak.\
“Sinar apa ini ?” kata Sheila.
“Dan kenapa sinar ini membuat tubuhku menjadi sehat lagi ?” tanya Berta.
“Dan di mana Mirror Queen sekarang ?” tanya Rabbat.
“ Dia sudah mati,” kata seseorang.
“Apa itu benar ?” tanya Gideon.
“Ya. Cahaya itu berarti menandakan kalau Mirror Queen sudah mati,” kata orang itu lagi.
“ Tapi … kau siapa ?” tanya Stefen.
“ Aku adalah Cerry. Ratu dari para peri. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian karena kalian sudah memusnahkan Mirror Queen,” kata Cerry.
“Ooh, itu memang sudah kewajiban kami,” kata Stefen.
“ Sebagai gantinya, aku akan memberikan sebuah penghargaan pada kalian,” kata Cerry, si ratu peri itu.
“ Penghargaan ?” kata mereka serempak.
Lalu Cerry memberikan sebuah pin kepada mereka. Lalu mereka memasangkan pin nya.
“ Pin ini mempunyai arti,” kata Cerry. “Pin yang aku berikan kepada Sheila dan Gideon artinya mereka telah menjadi salah satu kesatria yang hebat di dunia mimpi. Sedangkan punya Berta berarti dia telah naik pangkat menjadi seorang senior. Tetapi Stefen, ia telah menjadi ketua bagi para penyihir. Kalau Rabbat, ia menjadi ketua untuk di desanya,” jelas Cerry dengan panjang.
“Terima Kasih,” jawab mereka dengan bahagia.
“ Oh ya” sahut Sheila. “Aku harus pulang,”
“Benar. Tapi … di mana cerminnya sekarang ?” tanya Berta.
“ Tenang, cerminnya sekarang ada di tanganku,” kata Cerry sambil menberikan kacanya pada Sheila.
“Tapi kau harus ke tempat di mana kau muncul pertama kali di dunia mimpi,” kata Cerry.
“Baiklah” kata Sheila dengan tidak sabar.
“Aku akan mengantarkan kalian semua ke tempat tinggal kalian,” kata Cerry.
Lalu mereka menghilang.

Bab 10. Kembali ke … Dunia Nyata.


“Nah, sekarang kita sudah sampai,” kata Cerry.
“ Ke mana yang lain ?” tanya rabbat.
“Mereka kembali ke tempat asal mereka,” ucap Cerry.
“Apakah aku bisa kembali sekarang ?” tanya Sheila.
“Aku akan mengucapkan mantranya,” kata Cerry. Lalu ia mengucapkan mantranya.
“Siap?” tanya Cerry.
“Siap” kata Sheila.
“ Aku akan mengenang semua ini,” kata Sheila kepada Berta dan Rabbat.
“ Selamat jalan,” kata mereka.
“ Time of Lost,”
Tiba-tiba ia menghilang. Mungkin ia kembali ke dunia asalnya.

Dunia nyata…

“Aku ada dimana ?” tanya Sheila.
“Sheila, kamu sudah sadar nak ?” tanya mama sambil menangis
“Benar. Aku sangat senang sekali,” kata Sheila.
“Maafkan mama sayang,” kata mama terharu.
“ Tidak apa-apa,” kata Sheila sambil menangis.Tiba-tiba ada sesuatu di tangannya. Ia pun melihat benda itu.
Ini kan penghargaan yang diberikan oleh Cerry. Mengapa ada di sini? Tapi tidak apalah. Aku akan mengenang semuanya. Terima kasih teman-teman … ucap Sheila dalam hati sambil menangis. Semenjak itu, Sheila bertekad untuk semangat dalam hidupnya itu.

4 tahun kemudian …

“ Sheila ! Ini saatnya sekolah ! Jangan bermalas-malas !” teriak mama.
“ Baiklah. Aku bangun, “ kata Sheila.
4 tahun ?! Ya. 4 tahun. Ternyata Sheila telah sembuh dari penyakitnya itu. Ia sadar bahwa perjalanannya masih panjang. Dia harus mempunyai semangat hidup untuk sembuh. Dan terbukti, ia sudah sembuh.
Beginilah cerita ‘ Dunia Mimpi’ yang saya buat. Masih penasaran dengan cerita ‘ Dunia Mimpi 2’ ? Kita tunggu saja. Pokoknya tokohnya lebih menarik, lucu, menegangkan dan … ada banyak deh. Tunggu ya cerita selanjutnya.